Wednesday, November 29, 2017

Jangan memaksa.

Terkadang kamu harus kembali kepada awal, kepada hari dimana kamu dan dia seperti dahulu sebelum saling mengenal.
Bukankah dahulu terasa biasa saja saat kamu mendapati tak ada namanya dalam pemberitahuan pesan yang kamu terima.
Bukankah dahulu terasa biasa saja saat kalian tak saling berlebihan memberi perhatian.

Ya, luka yang ada memang tak akan pernah pulih dengan mudah. Kamu hanya perlu berjalan sejauh yang kamu bisa.
Memang berat saat kamu berusaha membuang apa saja yang berhubungan dengannya.
Berusaha meyakinkan dirimu bahwa tak ada lagi dia. Hati dan pikiranmu seakan tak ingin berkompromi denganmu agar tak mencari tahu keadaannya atau hanya sekadar menyapanya.

Perihal rindu, sesekali tak apa. Nyatanya jika kamu paksakan untuk dihilangkan, tak semudah orang bicara.
Rindumu bukan berarti kamu ingin memilikinya untuk sekali lagi.
Terkadang rindu adalah perihal mengenang seseorang yang membuat berantakan di dalam hati.

Jadilah kuat. Jangan terlalu memaksakan dirimu dengan sangat. Sebab jika kamu terlalu keras melupakan ingatan tentangnya,  kamu hanya akan mendapati dirimu yang semakin dalam terluka.

Wednesday, November 15, 2017

[Tentang Kamu]

Ini tentangmu, sayangku
Tentangmu yang hingga kini masih menjadi sosok istimewa bagiku,
Tentangmu yang sampai saat ini masih berlalu lalang di pikiranku,
Tentangmu yang masih saja mahir membuat hatiku berdegup kencang tak karuan,
Tentangmu, yang sebenarnya tidak peduli dengan adanya keberadaanku.

Menyenangkan sekali, bukan?
Menjadi mereka yang ada di sekitarmu dan bisa berdeketan layaknya seorang teman?
Sedangkan aku, hanya berteman dengan angan-angan yang berharap bisa menjadi kenyataan—yaitu, agar bisa berdekatan denganmu, Tuan,
Namun apa daya, harapan yang aku inginkan takkan pernah sesuai dengan kenyataan.

Mendoakanmu, hanya itu yang bisa aku lakukan—agar sekiranya aku bisa menjagamu lewat kejauhan,
Diam-diam melirikmu, hanya itu yang bisa aku lakukan—agar setidaknya aku senang walau hanya melihat senyummu dari kejauhan.

—fa.

Sunday, November 5, 2017

Masih dengan hal yang sama?

"Aku menyayangimu."

Hai, apa sekarang kamu juga rajin mengatakan kalimat yang sama dengan pasanganmu yang baru? bukankah kalimat itu juga yang selalu kamu katakan padaku dulu?

Apa setelah pergimu, kamu masih sedikit saja mengingatku?
Bagaimana jika suatu hari nanti kita bertemu lagi?
Haruskah kita berpura tak pernah saling kenal sebelumnya?

Atau aku harus tersenyum dan menyapamu seolah tak pernah ada perasaan apa-apa?
Bahkan setelah sekian waktu, aku masih saja belum menemukan cara untuk menerima bahwa aku hanya masih mencintai seseorang yang memilih pergi.

Sebenarnya perasaan kecewa dan masih ingin memiliki sekali lagi, yang membuatku begitu susah melupakan semua tentang kita.

Tunggu, bukan kita.

Aku dan kamu.

Ya, hanya itu yang tersisa.

Tapi aku percaya luka akan sembuh pada waktunya.
Aku hanya perlu bersabar menunggu saat itu tiba.
Sehingga kelak aku bisa mengingatmu dengan biasa saja.

—SatuHuruf
#SunyiBerbunyi

masih dipikirkan

"Menurutmu, apa yang harus digenggam oleh dua orang yang memilih untuk melalui kehidupan bersama selain punya rasa yang sama?"

"Saling percaya?"

"Lalu bagaimana jika percaya itu mulai terkikis nyaris tak bersisa? Haruskah kembali membangun percaya dari awal seperti sebelumnya?"

Seketika hening, tanpa suara. Menyisakan luka yang mulai tersirat di atas kalimat yang baru saja mengudara.
Lantas, haruskah aku tetap mencoba "terlihat" percaya di hadapannya? Atau malah lebih baik jika aku menarik diri untuk pergi selamanya?

hampir subuh.

Karena yang kamu tahu,
aku menyayangimu,
dan,
kamu seenaknya memperlakukanku.

Kamu memutuskan agar kita tak lagi bersama,
kamu bilang, saling cinta tak harus saling memiliki,
namun, mengapa dari awal kamu memberi harapan dan berkata bahwa kita bersama untuk saling membahagiakan?

Ku mohon, mengertilah,
hatiku sudah cukup rapuh karena sudah terlalu jatuh begitu jauh.